Oleh: abyb
Klasifikasi mempunyai peranan yang sangat vital bagi sebuah perpustakaan. Klasifikasi berasal dari bahasa latin “classis”, yaitu suatu proses pengelompokan, yang berarti mengumpulkan benda/entitas yang sama serta memisahkan benda/entitas yang berbeda, sehingga memudahkan dalam mencari dan menemukannya kembali.
Pengelompokan koleksi perpustakaan (klasifikasi) pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Klasifikasi artifisial, yakni cara pengelompokan koleksi berdasarkan ukuran, warna maupun kondisi fisiknya
2. Klasifikasi fundamental, yaitu cara pengelompokan koleksi berdasarkan subjek yang terkandung didalamnya.
Fungsi klasifikasi di perpustakaan adalah:
1. sebagai sarana pengaturan pustaka di rak untuk membantu pemakai mengidentifikasi dan melokalisasi sebuah dokumen berdasarkan nomor panggil serta mengelompokkan semua dokumen sejenis menjadi satu, sehingga memudahkan pemakai dalam mencari dokumen yang diinginkan.
2. Sebagai saran penyusunan entri bibliografis dalam katalog tercetak, bibliografi dan indeks dalam suatu tata susunan yang sistematis.
Ada berbagai macam sistem klasifikasi yang digunakan di perpustakaan, misalnya Universal decimal classification (UDC), Dewey Decimal Classification (DDC), Library of Congress Classification (LCC), National Library of Medicine Classification (NLMC) dll.
Pada artikel ini akan dibahas lebih dulu sistem klasifikasi Dewey Decimal Classification (DDC).
I. Dewey Decimal Classification (DDC)
DDC diciptakan oleh Melvil Louis Kossuth Dewey (1851-1931) pada tahun 1873 dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1876 dalam bentuk sebuah pamflet berjudul “A Classification and subject index for cataloguing and arranging the books and pamphlets of a library” dengan tebal 44 halaman, berisi pendahuluan, bagan untuk 10 kelas utama yang dibagi secara desimal menjadi 1000 katagori bernomor 000-999 serta dilengkapi indeks subjek menurut abjad. Pembagian 10 kelas utama merupakan perbaikan dari sistem klasifikasi yang dikembangkan oleh WT Harris pada tahun 1870
000 – karya umum
100 – Filsafat,
200 – Agama
300 – Ilmu-ilmu sosial
4 00 – Bahasa
500 – Ilmu pengetahuan murni
600 – Ilmu pengetahuan terapan/ teknologi
700 – Seni, olah raga
800 – Kesusastraan
900 – Geografi, sejarah
10 kelas utama tersebut dibagi-bagi lagi menjadi subjek yang lebih kecil (divisi), kemudian dibagi lagi menjadi subdivisi. Pembagian ini masih sangat mungkin untuk terus dikembangkan. (bersambung)
Searching
October 09, 2007
October 08, 2007
Qua Vadis Perpustakaan?
oleh: Abyb
Perubahan senantiasa terjadi di dunia ini. Ia merupakan hukum alam (sunatullah) yang terjadi dalam kehidupan manusia yang merupakan pelaku dari perubahan tersebut. Sebagai pelaku perubahan, manusialah yang menentukan kemana arah perubahan itu akan menuju. Firman Allah dalam Al-Qur’an “…Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri.”
Memasuki era globalisasi, industri telekomunikasi dan informasi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dunia saat ini sudah semakin menyempit, sehingga orang mengumpamakannya sebagai “kampung besar”. Futurolog Alvin Tofler mengatakan bahwa menguasai informasi merupakan syarat mutlak suatu bangsa untuk menjadi pemenang di tengah dunia yang dipenuhi oleh deru persaingan.3 Oleh karena itu mereka yang tidak dapat mengikuti perkembangan tersebut akan semakin jauh tertinggal, sehingga jalan terbaik adalah dengan mengikuti perkembangan tersebut, “The world is changing and the only way to survive is adapting to this change”.
Perpustakaan merupakan institusi yang perkembangannya berkaitan erat dengan perkembangan informasi. International Federation of Library Asssociations and Institutions (IFLA) mendefinisikan perpustakaan sebagai kumpulan materi tercetak dan media non cetak dan atau sumber informasi dalam komputer yang disusun secara sistematis untuk digunakan pemakai. Dari definisi ini kita sudah bisa membayangkan bahwa gambaran perpustakaan di masa kini berbeda dengan gambaran perpustakaan masa lalu (tradisional), apalagi di masa depan.
Seiring dengan perkembangan peradaban dan kebudayaaan manusia, perpustakaan juga mengalami perkembangan. Pada mulanya konsep perpustakaan masih sangat sederhana, karena hanya berupa kumpulan ukiran dan gambar yang dipahatkan pada dinding, tablet atau papyrus, kemudian mulai dipakainya kulit binatang (parchmen) sebagai bahan tulis dan ditemukannya kertas yang membuat perkembangan buku sebagai media penyimpanan informasi menjadi koleksi utama perpustakaan.
Dengan perkembangan teknologi informasi, maka koleksi perpustakaan tidak hanya dalam bentuk buku saja, tetapi juga dalam bentuk kaset audio, compact disc dan file-file digital yang merupakan produk dari teknologi informasi. Meskipun demikian, keberadaan buku masih dipertahankan, karena buku berkaitan erat dengan budaya/ minat baca masyarakat, disamping adanya keasyikan tersendiri bagi banyak orang untuk menikmati buku seperti halnya keberadaan makanan tradisional yang tetap lestari
Saat ini, perkembangan teknologi informasi telah memberikan dampak yang sangat luas terhadap dunia perpustakaan. Sejalan dengan semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi (ICT : Information and Communication Technology), Perpustakaan juga terus mengalami perkembangan dari bentuk perpustakaan tradisional yang koleksinya hanya berwujud buku, berkembang menjadi perpustakaan modern yang mulai mengunakan bantuan komputer (sebagai salah satu hal yang penting dalam teknologi informasi) dalam pelayanannya, sehingga kemudian muncul istilah perpustakan digital (Digital library) dimana koleksinya tidak hanya dalam bentuk buku (baca: kertas) tetapi juga dalam bentuk file-file digital.
Dalam perkembangan terkini, muncul istilah perpustakaan maya (virtual library) dimana koleksinya dikemas dalam bentuk digital (e-document) yang dapat diakses melalui internet (International Network) yang merupakan jaringan kerjasama global yang menyatukan jaringan-jaringan komputer lokal yang saling berhubungan satu dengan yang lain, sehingga tanpa harus pergi ke Amerika misalnya, kita dapat dengan bebas mengakses koleksi Perpustakaan Library of Conggres, atau mengakses jurnal ilmiah untuk mencari artikel yang kita inginkan, alangkah menyenangkan bukan?
Melihat arah kecenderungan perkembangan perpustakaan yang seperti itu, maka perpustakaan masa depan haruslah menyediakan berbagai fasilitas dan perangkat teknologi yang lengkap agar tetap dapat survive, disamping didukung oleh SDM perpustakaan (baca: pustakawan) yang berkualitas.
Berkaitan dengan penyediaan SDM perpustakaan tersebut, maka seyogyanya setiap lembaga/institusi pendidikan perpustakaan dan informasi menjadikan kemampuan dalam teknologi informasi menjadi kualifikasi standar dari peserta didiknya. Dengan kata lain teknologi informasi harus menjadi kurikulum utama dalam pendidikan calon-calon pengelola perpustakaan di masa depan, lalu “Sudah siapkah institusi/lembaga pendidikan perpustakaan dan informasi mengantisipasi hal ini?”
Wallahu alam.
Perubahan senantiasa terjadi di dunia ini. Ia merupakan hukum alam (sunatullah) yang terjadi dalam kehidupan manusia yang merupakan pelaku dari perubahan tersebut. Sebagai pelaku perubahan, manusialah yang menentukan kemana arah perubahan itu akan menuju. Firman Allah dalam Al-Qur’an “…Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri.”
Memasuki era globalisasi, industri telekomunikasi dan informasi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dunia saat ini sudah semakin menyempit, sehingga orang mengumpamakannya sebagai “kampung besar”. Futurolog Alvin Tofler mengatakan bahwa menguasai informasi merupakan syarat mutlak suatu bangsa untuk menjadi pemenang di tengah dunia yang dipenuhi oleh deru persaingan.3 Oleh karena itu mereka yang tidak dapat mengikuti perkembangan tersebut akan semakin jauh tertinggal, sehingga jalan terbaik adalah dengan mengikuti perkembangan tersebut, “The world is changing and the only way to survive is adapting to this change”.
Perpustakaan merupakan institusi yang perkembangannya berkaitan erat dengan perkembangan informasi. International Federation of Library Asssociations and Institutions (IFLA) mendefinisikan perpustakaan sebagai kumpulan materi tercetak dan media non cetak dan atau sumber informasi dalam komputer yang disusun secara sistematis untuk digunakan pemakai. Dari definisi ini kita sudah bisa membayangkan bahwa gambaran perpustakaan di masa kini berbeda dengan gambaran perpustakaan masa lalu (tradisional), apalagi di masa depan.
Seiring dengan perkembangan peradaban dan kebudayaaan manusia, perpustakaan juga mengalami perkembangan. Pada mulanya konsep perpustakaan masih sangat sederhana, karena hanya berupa kumpulan ukiran dan gambar yang dipahatkan pada dinding, tablet atau papyrus, kemudian mulai dipakainya kulit binatang (parchmen) sebagai bahan tulis dan ditemukannya kertas yang membuat perkembangan buku sebagai media penyimpanan informasi menjadi koleksi utama perpustakaan.
Dengan perkembangan teknologi informasi, maka koleksi perpustakaan tidak hanya dalam bentuk buku saja, tetapi juga dalam bentuk kaset audio, compact disc dan file-file digital yang merupakan produk dari teknologi informasi. Meskipun demikian, keberadaan buku masih dipertahankan, karena buku berkaitan erat dengan budaya/ minat baca masyarakat, disamping adanya keasyikan tersendiri bagi banyak orang untuk menikmati buku seperti halnya keberadaan makanan tradisional yang tetap lestari
Saat ini, perkembangan teknologi informasi telah memberikan dampak yang sangat luas terhadap dunia perpustakaan. Sejalan dengan semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi (ICT : Information and Communication Technology), Perpustakaan juga terus mengalami perkembangan dari bentuk perpustakaan tradisional yang koleksinya hanya berwujud buku, berkembang menjadi perpustakaan modern yang mulai mengunakan bantuan komputer (sebagai salah satu hal yang penting dalam teknologi informasi) dalam pelayanannya, sehingga kemudian muncul istilah perpustakan digital (Digital library) dimana koleksinya tidak hanya dalam bentuk buku (baca: kertas) tetapi juga dalam bentuk file-file digital.
Dalam perkembangan terkini, muncul istilah perpustakaan maya (virtual library) dimana koleksinya dikemas dalam bentuk digital (e-document) yang dapat diakses melalui internet (International Network) yang merupakan jaringan kerjasama global yang menyatukan jaringan-jaringan komputer lokal yang saling berhubungan satu dengan yang lain, sehingga tanpa harus pergi ke Amerika misalnya, kita dapat dengan bebas mengakses koleksi Perpustakaan Library of Conggres, atau mengakses jurnal ilmiah untuk mencari artikel yang kita inginkan, alangkah menyenangkan bukan?
Melihat arah kecenderungan perkembangan perpustakaan yang seperti itu, maka perpustakaan masa depan haruslah menyediakan berbagai fasilitas dan perangkat teknologi yang lengkap agar tetap dapat survive, disamping didukung oleh SDM perpustakaan (baca: pustakawan) yang berkualitas.
Berkaitan dengan penyediaan SDM perpustakaan tersebut, maka seyogyanya setiap lembaga/institusi pendidikan perpustakaan dan informasi menjadikan kemampuan dalam teknologi informasi menjadi kualifikasi standar dari peserta didiknya. Dengan kata lain teknologi informasi harus menjadi kurikulum utama dalam pendidikan calon-calon pengelola perpustakaan di masa depan, lalu “Sudah siapkah institusi/lembaga pendidikan perpustakaan dan informasi mengantisipasi hal ini?”
Wallahu alam.
September 06, 2007
MEMBACA dan MINAT BACA
oleh: Abyb
Pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan suatu negara. Sejarah telah mencatat bahwa sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dari suatu negara merupakan andalan utama untuk pelaksanaan pembangunan.
Meskipun suatu negara memiliki sumber daya alam yang berlimpah, seperti minyak bumi, mineral, hutan, kekayaan laut, objek wisata dan lain-lain, tetapi tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang memadai, negara tersebut cenderung akan tetap saja berada pada posisi terbelakang (Nugroho, 2000:97).
Kemajuan suatu negara ditandai dengan peningkatan SDM yang hebat, meskipun dari sumber daya alam miskin, seperti Jepang dan Korea (Qalyubi dkk, 2003:314)
Peningkatan SDM terkait erat dengan dunia pendidikan. Melalui pendidikan SDM suatu bangsa dibangun dan dikembangkan agar dapat menguasai, menerapkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi satu hal yang sangat penting dalam memajukan suatu bangsa, disamping itu menurut Qardhawi (1996:2) ilmu pengetahuan mesti didahulukan atas amal perbuatan, karena ilmu pengetahuanlah yang mampu membedakan antara yang hak dan yang batil dalam keyakinan umat manusia, antara yang benar dan yang salah di dalam perkataan mereka.
Dalam perkembangan peradaban manusia, buku memang memiliki kekuatan yang dahsyat. Kendati demikian, kedahsyatan buku tentu tidak akan ada apa-apanya jika benda tersebut hanya dipajang, tidak pernah disentuh dan dibaca. Dan tampaknya, inilah masalah kita saat ini.
Mengapa kita perlu membaca?
1. Membaca merupakan perintah Allah SWT yang pertama kali diperintahkan kepada manusia sebagaimana firmanNya dalam Alquran surat Al Alaq ayat 1
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”. Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, setelah itu baru diturunkan ayat yang lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya budaya membaca dalam kehidupan manusia.
2. Membaca dapat mengusir ketegangan, kecemasan dan kesedihan.
Membaca dan menelaah buku/bacaan lainnya adalah suatu cara untuk mengusir kesedihan, menenangkan pikiran dari kegalauan dan menjaga kalbu dari kekacauan.
” Buku adalah teman duduk yang tidak pernah berbasa-basi, ia adalah teman sejati yang tidak pernah memperdaya Anda, dan teman pergaulan yang tidak akan membuat Anda jenuh, penghibur yang tidak membuat Anda bersedih…” (Al-Jahizh dalam ‘Aidh, 2004)
3.Membaca akan menghilangkan kesepian & perasaan bosan.
Membaca akan menghilangkan kesepian, dan kesendirian. Membaca merupakan hiburan dalam kesendirian yang dapat mengilangkan kesepian dan perasaan terisolir dari dunia luar.
4.Membaca akan menambah ilmu, mengembangkan wawasan dan meningkatkan kemampuan berfikir.
Buku adalah sebuah dunia ide, sehingga dengan membacanya membuat cakrawala ilmu pengetahuan kita akan bertambah
5. Menebalkan keimanan, khusus-nya ketika membaca buku-buku agama
Membaca buku/bacaan agama merupakan pelajaran dan peringatan yang efektif, pencegah kemungkaran yang efisien dan perintah yang paling bijak. Sehingga Allah SWT memerintahkan kita untuk membaca/ “Iqra” (surat Al-Alaq: 1)
Berbagai pihak menyatakan bahwa minat baca bangsa Indonesia masih rendah. Bank Dunia di dalam salah satu laporan pendidikannya, “Education in Indonesia-From Crisis to Recovery” (1998) melukiskan begitu rendahnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia. Dengan mengutip hasil studi dari Vincent Greanary, dilaporkan bahwa kemampuan membaca siswa-siswa kelas enam SD Indonesia adalah 51,7 berada di urutan paling akhir setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5). Artinya, kemampuan membaca siswa Indonesia memang paling buruk dibandingkan siswa dari negara-negara lainnya. Keadaan seperti itu ternyata juga terjadi pada siswa SLTP, SMU, dan SMK. Kondisi yang sama juga terjadi di kalangan perguruan tinggi, baik dosen maupun mahasiswanya (Supriyoko, 2004)
Sementara itu, pada tahun 2000 International Educational Achievement (IEA) menempatkan kemampuan membaca siswa SD Indonesia di urutan ke-38 dari 39 negara atau terendah di antara negara-negara ASEAN. Padahal, kesuksesan pendidikan anak sangat bergantung pada kemampuan membacanya. Minat baca yang rendah mempengaruhi kemampuan anak didik dan secara tidak langsung berakibat pada rendahnya daya saing mereka dalam percaturan internasional. Dengan kondisi seperti itu, maka tak heran bila kualitas pendidikan di Indonesia juga buruk.
Dalam hal pendidikan, survei The Political and Economic Risk Country (PERC), sebuah lembaga konsultan di Singapura, pada akhir 2001, menempatkan Indonesia di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia yang diteliti (Basuki, 2006)
Rendahnya kualitas pendidikan akan berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia akan mengakibatkan ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dan berbagai bidang kehidupan lainnya. Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk meningkatkan minat baca masyarakat, salah satunya adalah melalui dunia pendidikan.
Beberapa kendala penyebab rendahnya minat baca:
Pertama, jumlah penerbitan buku di Indonesia masih timpang dibandingkan dengan jumlah penduduk. Dalam setahun, penerbitan buku di seluruh dunia mencapai satu juta judul buku. Tetapi untuk Indonesia, paling tinggi hanya mampu mencapai sekitar lima judul.
Berdasarkan data dari Intenational Publisher Association Kanada, produksi perbukuan paling tinggi ditunjukkan oleh Inggris, yaitu mencapai rata-rata 100 ribu judul buku per tahun. Tahun 2000 saja sebanyak 110.155 judul buku. Posisi kedua ditempati Jerman dengan jumlah judul buku yang diterbitkan pada tahun 2000 mencapai 80.779 judul, Jepang sebanyak 65.430 judul buku. Sementara itu, Amerika Serikat menempati urutan keempat. Indonesia pada tahun 1997 pernah menghasilkan lima ribuan judul buku. Tetapi, tahun 2002 tercatat hanya 2.700-an judul. Sangat jauh apabila dibandingkan dengan produksi penerbitan buku tingkat dunia.
Kedua, minimnya jumlah perpustakaan yang kondisinya memadai. Menurut data dari Deputi Pengembangan Perpustakaan Nasional RI (PNRI) dari sekitar 300.000 SD hingga SLTA, baru 5% yang memiliki perpustakaan. Bahkan diduga hanya 1% dari 260.000 SD yang mempunyai perpustakaan. Juga baru sekitar 20% dari 66.000 desa/kelurahan yang memiliki perpustakaan memadai (Kompas, 25/7/02).
Membaca merupakan kegiatan dan kemampuan khas manusia. Walaupun demikian, kemampuan membaca tidak terjadi secara otomatis karena harus didahului oleh aktivitas dan kebiasaan membaca yang merupakan wujud dari adanya minat membaca.
Ketakpedulian kita akan aktivitas membaca boleh jadi akibat dari kondisi masyarakat kita yang pergerakannya melompat dari keadaan praliterer ke dalam masa pascaliterer, tanpa melalui masa literer. Artinya dari kondisi masyarakat yang tidak pernah membaca akibat tidak terbiasa dengan budaya menulis (terbiasa dengan budaya lisan) ke dalam bentuk masyarakat yang tidak hendak membaca seiring masuknya teknologi telekomunikasi, informatika, dan broadcasting. Akibatnya, masyarakat kita lebih senang nonton televisi daripada membaca.
Kondisi ini diperburuk dengan semakin tidak pedulinya orang tua akan aktivitas membaca. Semakin banyak keluarga yang kedua orang tuanya sibuk bekerja sehingga mereka tidak lagi mempunyai cukup waktu dan energi untuk mendekatkan anaknya dengan buku, lewat mendongeng misalnya. Ironisnya ketika anak mulai masuk sekolah, materi baku kurikulum sering membuat guru tidak mempunyai ruang gerak untuk berkreasi. Akhirnya mereka hanya terpaku pada satu buku wajib.
Seperti halnya kegiatan pembelajaran yang lain, upaya menumbuhkan minat baca juga akan lebih mudah dan efektif apabila dilakukan sejak dini, sejak kanak-kanak. Ini artinya orang tua sangat dituntut keikutsertaannya. Orang tua harus memastikan bahwa kecintaan akan membaca adalah tujuan pendidikan yang terpenting bagi anaknya., dalam soal penyediaan buku dan pengembangan minat baca, Indonesia
Wallahu’alam.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan suatu negara. Sejarah telah mencatat bahwa sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dari suatu negara merupakan andalan utama untuk pelaksanaan pembangunan.
Meskipun suatu negara memiliki sumber daya alam yang berlimpah, seperti minyak bumi, mineral, hutan, kekayaan laut, objek wisata dan lain-lain, tetapi tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang memadai, negara tersebut cenderung akan tetap saja berada pada posisi terbelakang (Nugroho, 2000:97).
Kemajuan suatu negara ditandai dengan peningkatan SDM yang hebat, meskipun dari sumber daya alam miskin, seperti Jepang dan Korea (Qalyubi dkk, 2003:314)
Peningkatan SDM terkait erat dengan dunia pendidikan. Melalui pendidikan SDM suatu bangsa dibangun dan dikembangkan agar dapat menguasai, menerapkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi satu hal yang sangat penting dalam memajukan suatu bangsa, disamping itu menurut Qardhawi (1996:2) ilmu pengetahuan mesti didahulukan atas amal perbuatan, karena ilmu pengetahuanlah yang mampu membedakan antara yang hak dan yang batil dalam keyakinan umat manusia, antara yang benar dan yang salah di dalam perkataan mereka.
Dalam perkembangan peradaban manusia, buku memang memiliki kekuatan yang dahsyat. Kendati demikian, kedahsyatan buku tentu tidak akan ada apa-apanya jika benda tersebut hanya dipajang, tidak pernah disentuh dan dibaca. Dan tampaknya, inilah masalah kita saat ini.
Mengapa kita perlu membaca?
1. Membaca merupakan perintah Allah SWT yang pertama kali diperintahkan kepada manusia sebagaimana firmanNya dalam Alquran surat Al Alaq ayat 1
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”. Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, setelah itu baru diturunkan ayat yang lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya budaya membaca dalam kehidupan manusia.
2. Membaca dapat mengusir ketegangan, kecemasan dan kesedihan.
Membaca dan menelaah buku/bacaan lainnya adalah suatu cara untuk mengusir kesedihan, menenangkan pikiran dari kegalauan dan menjaga kalbu dari kekacauan.
” Buku adalah teman duduk yang tidak pernah berbasa-basi, ia adalah teman sejati yang tidak pernah memperdaya Anda, dan teman pergaulan yang tidak akan membuat Anda jenuh, penghibur yang tidak membuat Anda bersedih…” (Al-Jahizh dalam ‘Aidh, 2004)
3.Membaca akan menghilangkan kesepian & perasaan bosan.
Membaca akan menghilangkan kesepian, dan kesendirian. Membaca merupakan hiburan dalam kesendirian yang dapat mengilangkan kesepian dan perasaan terisolir dari dunia luar.
4.Membaca akan menambah ilmu, mengembangkan wawasan dan meningkatkan kemampuan berfikir.
Buku adalah sebuah dunia ide, sehingga dengan membacanya membuat cakrawala ilmu pengetahuan kita akan bertambah
5. Menebalkan keimanan, khusus-nya ketika membaca buku-buku agama
Membaca buku/bacaan agama merupakan pelajaran dan peringatan yang efektif, pencegah kemungkaran yang efisien dan perintah yang paling bijak. Sehingga Allah SWT memerintahkan kita untuk membaca/ “Iqra” (surat Al-Alaq: 1)
Berbagai pihak menyatakan bahwa minat baca bangsa Indonesia masih rendah. Bank Dunia di dalam salah satu laporan pendidikannya, “Education in Indonesia-From Crisis to Recovery” (1998) melukiskan begitu rendahnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia. Dengan mengutip hasil studi dari Vincent Greanary, dilaporkan bahwa kemampuan membaca siswa-siswa kelas enam SD Indonesia adalah 51,7 berada di urutan paling akhir setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5). Artinya, kemampuan membaca siswa Indonesia memang paling buruk dibandingkan siswa dari negara-negara lainnya. Keadaan seperti itu ternyata juga terjadi pada siswa SLTP, SMU, dan SMK. Kondisi yang sama juga terjadi di kalangan perguruan tinggi, baik dosen maupun mahasiswanya (Supriyoko, 2004)
Sementara itu, pada tahun 2000 International Educational Achievement (IEA) menempatkan kemampuan membaca siswa SD Indonesia di urutan ke-38 dari 39 negara atau terendah di antara negara-negara ASEAN. Padahal, kesuksesan pendidikan anak sangat bergantung pada kemampuan membacanya. Minat baca yang rendah mempengaruhi kemampuan anak didik dan secara tidak langsung berakibat pada rendahnya daya saing mereka dalam percaturan internasional. Dengan kondisi seperti itu, maka tak heran bila kualitas pendidikan di Indonesia juga buruk.
Dalam hal pendidikan, survei The Political and Economic Risk Country (PERC), sebuah lembaga konsultan di Singapura, pada akhir 2001, menempatkan Indonesia di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia yang diteliti (Basuki, 2006)
Rendahnya kualitas pendidikan akan berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia akan mengakibatkan ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dan berbagai bidang kehidupan lainnya. Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk meningkatkan minat baca masyarakat, salah satunya adalah melalui dunia pendidikan.
Beberapa kendala penyebab rendahnya minat baca:
Pertama, jumlah penerbitan buku di Indonesia masih timpang dibandingkan dengan jumlah penduduk. Dalam setahun, penerbitan buku di seluruh dunia mencapai satu juta judul buku. Tetapi untuk Indonesia, paling tinggi hanya mampu mencapai sekitar lima judul.
Berdasarkan data dari Intenational Publisher Association Kanada, produksi perbukuan paling tinggi ditunjukkan oleh Inggris, yaitu mencapai rata-rata 100 ribu judul buku per tahun. Tahun 2000 saja sebanyak 110.155 judul buku. Posisi kedua ditempati Jerman dengan jumlah judul buku yang diterbitkan pada tahun 2000 mencapai 80.779 judul, Jepang sebanyak 65.430 judul buku. Sementara itu, Amerika Serikat menempati urutan keempat. Indonesia pada tahun 1997 pernah menghasilkan lima ribuan judul buku. Tetapi, tahun 2002 tercatat hanya 2.700-an judul. Sangat jauh apabila dibandingkan dengan produksi penerbitan buku tingkat dunia.
Kedua, minimnya jumlah perpustakaan yang kondisinya memadai. Menurut data dari Deputi Pengembangan Perpustakaan Nasional RI (PNRI) dari sekitar 300.000 SD hingga SLTA, baru 5% yang memiliki perpustakaan. Bahkan diduga hanya 1% dari 260.000 SD yang mempunyai perpustakaan. Juga baru sekitar 20% dari 66.000 desa/kelurahan yang memiliki perpustakaan memadai (Kompas, 25/7/02).
Membaca merupakan kegiatan dan kemampuan khas manusia. Walaupun demikian, kemampuan membaca tidak terjadi secara otomatis karena harus didahului oleh aktivitas dan kebiasaan membaca yang merupakan wujud dari adanya minat membaca.
Ketakpedulian kita akan aktivitas membaca boleh jadi akibat dari kondisi masyarakat kita yang pergerakannya melompat dari keadaan praliterer ke dalam masa pascaliterer, tanpa melalui masa literer. Artinya dari kondisi masyarakat yang tidak pernah membaca akibat tidak terbiasa dengan budaya menulis (terbiasa dengan budaya lisan) ke dalam bentuk masyarakat yang tidak hendak membaca seiring masuknya teknologi telekomunikasi, informatika, dan broadcasting. Akibatnya, masyarakat kita lebih senang nonton televisi daripada membaca.
Kondisi ini diperburuk dengan semakin tidak pedulinya orang tua akan aktivitas membaca. Semakin banyak keluarga yang kedua orang tuanya sibuk bekerja sehingga mereka tidak lagi mempunyai cukup waktu dan energi untuk mendekatkan anaknya dengan buku, lewat mendongeng misalnya. Ironisnya ketika anak mulai masuk sekolah, materi baku kurikulum sering membuat guru tidak mempunyai ruang gerak untuk berkreasi. Akhirnya mereka hanya terpaku pada satu buku wajib.
Seperti halnya kegiatan pembelajaran yang lain, upaya menumbuhkan minat baca juga akan lebih mudah dan efektif apabila dilakukan sejak dini, sejak kanak-kanak. Ini artinya orang tua sangat dituntut keikutsertaannya. Orang tua harus memastikan bahwa kecintaan akan membaca adalah tujuan pendidikan yang terpenting bagi anaknya., dalam soal penyediaan buku dan pengembangan minat baca, Indonesia
Wallahu’alam.
Subscribe to:
Posts (Atom)