Searching

Showing posts with label Perpustakaan. Show all posts
Showing posts with label Perpustakaan. Show all posts

June 16, 2011

Membangun Perpustakaan Digital di Indonesia Mudah dan Murah, Birokrasi yang Buruklah yang Mempersulit !


Sebut saja namanya Mr Tr, dia bekerja di sebuah perpustakaan SD di daerah terpencil. Dia hanya lulusan SLTA dan sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi D3/S-1 Ilmu perpustakaan. Beberapa saat yang lalu perpustakaan SD tempat dia bekerja, mendapatkan penghargaan hingga tingkat Nasional. Salah satu faktor penilaian dewan juri adalah karena sistem pengelolaan perpustakaan tersebut sudah menggunakan sistem pengelolaan perpustakaan digital. Alasan lain adalah adanya dukungan dari Kepala sekolah tersebut yang memiliki manajemen dan birokrasi yang sangat baik di sekolah tersebut, dan tentunya beberapa faktor yang lain.
Saat saya berkunjung ke perpustakaan ini, tampilan Opacnya sudah online dan desaignya juga sangat menarik sesuai dengan tampilan anak-anak. Dan perlu diketahui bahwa perpustakaan SD tersebut ternyata hanya menggunakan software gratis dan cara mengonlinekan katalog perpustakaan tersebut juga dengan cara gratis.

Namun ada kisah lain ketika saya berkunjung ke salah satu Perpustakaan Daerah di salah satu Kabupaten di Jawa Tengah. Kesan pertama ketika datang disana adalah tempat parkir yang sangat sempit sehingga sangat tidak nyaman. Ketika masuk ke ruang utama, saya disuruh menulis daftar tamu dengan menggunakan buku tamu seperti jaman dulu (kalau di perpustakaan SD diatas semuanya tinggal pakai komputer) . Ketika saya bertanya dimana saya bisa melihat daftar katalog perpustakaan saya disuruh mencari sendiri di sebuah lemari dengan bilik yang kecil-kecil yang disebut dengan tempat menyimpan katalog kartu. Ketika saya lihat katalog yang terbuat dari kertas tersebut terlihat sudah sangat usam bahkan ada yang terlihat sobek karena terlihat rapuh. Kemudian saya ingin mencoba wawancara dengan kepala perpustakaan tersebut tapi kata penjaga disana bilang kalau kepala perpustakaanya sedang keluar dan akhirnya saya diperkenankan bertemu dengan bagian tata usaha. Dan saat saya bertanya terkait yang saya sebut diatas ternyata yang saya dengar hanya keluhan “khas birokrasi” yang menyatakan tidak ada anggaran lah, tidak ada bantuanlah, tidak ada ahlinyalah, harus mempertimbangkan ini-itulah dan alasan-alasan lain.

Dari dua kisah dan pengalaman tersebut diatas kita bisa melihat betapa sebenarnya membangun perpustakaan digital itu sebenarnya sangatlah mudah, Darimana saya katakan mudah ? Dari kisah Mr Tr diatas kita bisa melihat bahwa hanya dengan software gratispun dia bisa membangun perpustakaan digital dan meng online kanya, bahkan perpustakaan tersebut mendapat penghargaan hingga tingkat nasional, padahal Mr Tr juga bukan seorang lulusan mahasiswa ilmu perpustakaan  apalagi seorang ahli atau dosen dibidang perpustakaan. Tapi karena kerja keras dan kesediaan dia untuk mau belajar dan pihak birokrasi dalam hal ini kepala sekolah memberi dukungan yang sangat luar biasa maka jadilah perpustakaan SD yang dia kelola seperti sekarang ini. Banyak siswa menjadi rajin berkunjung ke perpustakaan, Prestasi siswa meningkat, bahkan nama sekolah juga ikut terangkat statusnya berawal dari peran pengelolaan perpustakaan yang baik.

Membangun perpustakaan terlihat sulit dan mahal adalah ketika kita melihat kisah yang kedua. Bayangkan, sebuah perpustakaan di tingkat Perpustakaan Daerah yang saya sangat yakin pasti memiliki dana dan anggaran dari pemerintah (merujuk UU no 43 tahun 2007 tentang perpustakaan) untuk mengelola perpustakaan berbasis TIK, tapi faktanya hingga detik ini pengelolaan di perpustakaan daerah tersebut masih menggunakan manual.

Mungkin tidak semuanya memang permasalahan ada pada birokrasi, tapi secara fakta dan data dilapangan birokrasi di negeri ini masih menjadi masalah besar, termasuk dalam dunia perpustakaan.


Sumber: duniaperpustakaan.com

June 09, 2011

IKATAN PUSTAKAWAN INDONESIA

ipi.pnri.go.id
Sejarah singkat
Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI: baca i-pe-i) didirikan pada tanggal 6 Juli 1973 dalam Kongres Pustakawan Indonesia yang diadakan di Ciawi, Bogor, 5-7 Juli 1973.  Kongres ini merupakan perwujudan kesepakatan para pustakawan yang tergabung dalam APADI, HPCI dan PPDIY dalam pertemuan di Bandung pada tanggal 21 Januari 1973 untuk menggabungkan seluruh unsur pustakawan dalam satu asosiasi.  Dalam perjalanan panjang sejarah perpustakaan di negeri ini, jauh sebelum IPI lahir, sudah ada beberapa organisasi pustakawan di Indonesia.  Mereka ini adalah Vereeniging tot Bevordering van het Bibliothekwezen (1916), Asosiasi Perpustakaan Indonesia (API) 1953, Perhimpunan Ahli Perpustakaan Seluruh Indonesia (PAPSI) 1954, Perhimpunan Ahli Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Indonesia (PAPADI) 1956, Asosiasi Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Indonesia (APADI) 1962, Himpunan Perpustakaan Chusus Indonesia (HPCI) 1969, dan Perkumpulan Perpustakaan Daerah Istimewa Yogyakarta (PPDIY).

Dalam Kongres Pustakawan Indonesia tahun 1973 tersebut, ada dua acara utama yang diagendakan, yaitu (1) seminar tentang berbagai aspek perpustakaan, arsip, dokumentasi, informasi, pendidikan, dan (2) pembentukan organisasi sebagai wadah tunggal bagi pustakawan Indonesia.  Berkaitan dengan acara yang disebut terakhir, Ketua HPCI Ipon S. Purawidjaja melaporkan bahwa sebagian besar anggota HPCI, melalui rapat di Bandung tanggal 24 Maret 1973 dan angket, setuju untuk bergabung dalam satu organisasi pustakawan.  APADI pun memutuskan bersedia meleburkan diri melalui keputusannya tertanggal 4 Juli 1973, dan terhitung sejak 7 Juli 1973 APADI bubar sejalan dengan terbentuknya IPI.
Dengan kesepakatan bersama itu, maka kongres Ciawi melahirkan wadah tunggal pustakawan Indonesia, yaitu Ikatan Pustakawan Indonesia.  
Pemilihan untuk Pengurus Pusat, yang didahului dengan penyampaian tata tertib pemilihan, menghasilkan a.l. ketua Soekarman, sekretaris J.P. Rompas, dan bendahara Yoyoh Wartomo.  Komisi yang terbentuk di antaranya adalah Komisi Perpustakaan Nasional yang diketuai oleh Mastini Hardjoprakoso, Perpustakaan Khusus oleh Luwarsih Pringgoadisurjo dan Pendidikan Pustakawan oleh Sjahrial Pamuntjak.  Pada tanggal 7 Juli 1973 itu juga Anggaran Dasar IPI yang terdiri dari 24 pasal disahkan oleh peserta Kongres.

Visi :
Menjadi organisasi profesi yang mandiri, dapat memenuhi tuntutan zaman, serta mampu berperan dalam mewujudkan terciptanya layanan informasi yang kompetitif dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Misi :
  • Memberdayakan anggota IPI menjadi tenaga layanan informasi yang kompetitif.
  • Memasyarakatkan jasa perpustakaan, dokumentasi dan informasi
    (pusdokinfo) sesuai dinamika kebutuhan masyarakat.
  • Berperan aktif dalam menumbuh kembangkan semua aspek
    kepustakawanan.
Tujuan
Meningkatkan profesionalisme pustakawan Indonesia melalui  pengembangan pusdokinfo dalam pengabdian dan pengamalan keahliannya untuk bangsa dan negara RI.
Kegiatan
Kegiatan IPI antara lain :
  • 1. Mengadakan dan ikut serta dalam berbagai kegiatan ilmiah di bidang pusdokinfo di dalam dan luar negeri
  • 2. Mengikutsertakan pustakawan dalam pelaksanaan program pemerintah, swasta, dan masyarakat di bidang pusdokinfo
  • 3. Menerbitkan bahan pustaka di bidang pusdokinfo
  • 4. Memberikan berbagai jasa di bidang pusdokinfo dan bidang lain

October 08, 2007

Qua Vadis Perpustakaan?

oleh: Abyb

P
erubahan senantiasa terjadi di dunia ini. Ia merupakan hukum alam (sunatullah) yang terjadi dalam kehidupan manusia yang merupakan pelaku dari perubahan tersebut. Sebagai pelaku perubahan, manusialah yang menentukan kemana arah perubahan itu akan menuju. Firman Allah dalam Al-Qur’an “…Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri.”

Memasuki era globalisasi, industri telekomunikasi dan informasi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dunia saat ini sudah semakin menyempit, sehingga orang mengumpamakannya sebagai “kampung besar”. Futurolog Alvin Tofler mengatakan bahwa menguasai informasi merupakan syarat mutlak suatu bangsa untuk menjadi pemenang di tengah dunia yang dipenuhi oleh deru persaingan.3 Oleh karena itu mereka yang tidak dapat mengikuti perkembangan tersebut akan semakin jauh tertinggal, sehingga jalan terbaik adalah dengan mengikuti perkembangan tersebut, “The world is changing and the only way to survive is adapting to this change”.

Perpustakaan merupakan institusi yang perkembangannya berkaitan erat dengan perkembangan informasi. International Federation of Library Asssociations and Institutions (IFLA) mendefinisikan perpustakaan sebagai kumpulan materi tercetak dan media non cetak dan atau sumber informasi dalam komputer yang disusun secara sistematis untuk digunakan pemakai. Dari definisi ini kita sudah bisa membayangkan bahwa gambaran perpustakaan di masa kini berbeda dengan gambaran perpustakaan masa lalu (tradisional), apalagi di masa depan.

Seiring dengan perkembangan peradaban dan kebudayaaan manusia, perpustakaan juga mengalami perkembangan. Pada mulanya konsep perpustakaan masih sangat sederhana, karena hanya berupa kumpulan ukiran dan gambar yang dipahatkan pada dinding, tablet atau papyrus, kemudian mulai dipakainya kulit binatang (parchmen) sebagai bahan tulis dan ditemukannya kertas yang membuat perkembangan buku sebagai media penyimpanan informasi menjadi koleksi utama perpustakaan.
Dengan perkembangan teknologi informasi, maka koleksi perpustakaan tidak hanya dalam bentuk buku saja, tetapi juga dalam bentuk kaset audio, compact disc dan file-file digital yang merupakan produk dari teknologi informasi. Meskipun demikian, keberadaan buku masih dipertahankan, karena buku berkaitan erat dengan budaya/ minat baca masyarakat, disamping adanya keasyikan tersendiri bagi banyak orang untuk menikmati buku seperti halnya keberadaan makanan tradisional yang tetap lestari

Saat ini, perkembangan teknologi informasi telah memberikan dampak yang sangat luas terhadap dunia perpustakaan. Sejalan dengan semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi (ICT : Information and Communication Technology), Perpustakaan juga terus mengalami perkembangan dari bentuk perpustakaan tradisional yang koleksinya hanya berwujud buku, berkembang menjadi perpustakaan modern yang mulai mengunakan bantuan komputer (sebagai salah satu hal yang penting dalam teknologi informasi) dalam pelayanannya, sehingga kemudian muncul istilah perpustakan digital (Digital library) dimana koleksinya tidak hanya dalam bentuk buku (baca: kertas) tetapi juga dalam bentuk file-file digital.
Dalam perkembangan terkini, muncul istilah perpustakaan maya (virtual library) dimana koleksinya dikemas dalam bentuk digital (e-document) yang dapat diakses melalui internet (International Network) yang merupakan jaringan kerjasama global yang menyatukan jaringan-jaringan komputer lokal yang saling berhubungan satu dengan yang lain, sehingga tanpa harus pergi ke Amerika misalnya, kita dapat dengan bebas mengakses koleksi Perpustakaan Library of Conggres, atau mengakses jurnal ilmiah untuk mencari artikel yang kita inginkan, alangkah menyenangkan bukan?

Melihat arah kecenderungan perkembangan perpustakaan yang seperti itu, maka perpustakaan masa depan haruslah menyediakan berbagai fasilitas dan perangkat teknologi yang lengkap agar tetap dapat survive, disamping didukung oleh SDM perpustakaan (baca: pustakawan) yang berkualitas.

Berkaitan dengan penyediaan SDM perpustakaan tersebut, maka seyogyanya setiap lembaga/institusi pendidikan perpustakaan dan informasi menjadikan kemampuan dalam teknologi informasi menjadi kualifikasi standar dari peserta didiknya. Dengan kata lain teknologi informasi harus menjadi kurikulum utama dalam pendidikan calon-calon pengelola perpustakaan di masa depan, lalu “Sudah siapkah institusi/lembaga pendidikan perpustakaan dan informasi mengantisipasi hal ini?”
Wallahu alam.